Dirgantara: Rusia vs AS vs Eropa: Siapa Pemenangnya?
Setelah dikalahkan oleh AS dalam Perang Dingin, dunia dirgantara Rusia yang pernah jaya dengan MiG-nya nampaknya menjadi beku. Namun, kini muncul Sukhoi, pengganti MiG yang mulai unjuk gigi dalam dunia kedirgantaraan. Kemunculan pesawat-pesawat dari pabrik ini mampu menggetarkan dunia, terlebih setelah Sukhoi Su-27 Flanker muncul. Pesawat yang terkenal dengan manuver Kobra Pugachev ini sempat pula muncul di Indonesia Air Show 1996 (IAS ’96).
Sejak kemunculan Su-27, Sukhoi mulai menggenjot produksinya. Terbukti dengan diproduksinya model-model baru, misalnya Su-30 (baru-baru ini Indonesia membeli pesawat ini), Su-32, Su-35 dan yang terbaru Su-37. Yang unik dari pesawat-pesawat “generasi selanjutnya” itu adalah bentuknya yang mirip satu sama lainnya. Hal ini terjadi karena semuanya dibuat berdasarkan Su-27. Selain itu, ukuran pesawat-pesawat ini tergolong “bomber” jika dibandingkan dengan rata-rata pesawat tempur umumnya. Yang sangat membedakan mereka adalah kemampuan dan avionik kodenya. Selain itu, pada jenis-jenis yang baru terdapat pula canard (sayap tambahan kecil di moncong pesawat).
Su-37 yang juga dikenal dengan nama “Proyek 711” kemudian disegani sebagai pesawat yang ber-Angle of Attack (AoA) yang sangat baik. Angle of Attack adalah sudut pesawat terhadap arah terbangnya. Semakin besar AoA, semakin hebat pula daya serang pesawat. AoA Su-37 didukung oleh TVC (Thrust Vector Contol), suatu teknologi dirgantara yang menyebabkan pesawat mampu membelokkan arah semburan jetnya.
Amerika yang juga tengah mengembangkan proyek pesawat dengan AoA yang tinggi (dikenal dengan proyek X-31) mengakui bahwa AoA dari Su-37 sangat baik, namun mereka juga menambahkan bahwa Rusia belum memiliki ahli dalam TVC sehingga mereka meragukan kelanjutan Su-37. Banyak orang menduga Amerika mengatakan demikian karena tidak menerima kekalahan X-31 mereka atas Su-37 Rusia. Di saat X-31 masih dalam proyek, Su-37 sudah mulai dipasarkan.
Namun, Amerika masih memiliki senjata andalan. Apalagi kalau bukan F-22 Raptor yang baru saja mulai dipasarkan. ATF (Advanced Tactical Fighter) ini memang menggegerkan. Pembuatan pesawat ini memberi pesan bahwa Amerika sebagai negara adidaya mampu berbuat apa saja. Sementara F-15 Eagle yang akan digantikan F-22 belum dapat dimiliki semua negara, dengan enaknya Amerika menggantinya dengan F-22. Padahal F-15 sendiri masih dapat diandalkan dalam pertempuran.
F-22 didasari tuntutan pemerintah Amerika atas pesawat yang mampu mencapai kecepatan suara tanpa menggunakan afterburner sehingga mampu menghemat bahan bakar, menggunakan teknologi stealth dan mampu beroperasi dalam berbagai cuaca dan berbagai misi. Tanpa afterburner berarti juga mengurangi kerentaan F-22 terhadap rudal-rudal lawan. F-22 mampu menjangkau lebih dari daya jangkau F-15 hingga 9.000 km. Dalam persaingannya, F-22 yang merupakan hasil kerja sama Lockeed, General Dynamics dan Boeing ini mampu menyingkirkan rekannya Northrop dan McDonnel Douglas yang mengandalkan F-23. Kemampuan F-22 yang mampu mencapai 1,5 mach tanpa afterburner dan 1,78 mach dengan afterburner ini memang sangat mendukung peranannya sebagai interceptor. Apalagi ditambah dengan kemampuan stealth-nya. Persenjataan tersimpan rapi dalam sebuah weapon bay yang terletak di dalam fuselagenya. Selain itu persenjataannya juga terdapat di pylon-pylon yang terdapat di sayapnya. F-22 mampu mengangkut AMRAAM (Advanced Medium Range Air to Air Missile), AIM-9M Sidewinder, JDAM (Join Direct Attack Munition) dan memiliki satu gun barrel. Modelnya yang futuristik memang memberi bayangan akan kemampuan dan perannya sebagai pesawat tempur masa depan.
Selain F-22, Amerika juga mempunyai sebuah proyek rahasia lagi. Aurora, demikian nama proyek ini. Proyek ini masih sangat dirahasiakan dari umum. Namun, menurut wartawan-wartawan dirgantara, ada dua kemungkinan bentuk pesawat ini. Kemungkinan pertama, pesawat ini berbentuk seperti cacing pipih/hati yang berwarna hitam. Kemungkinan kedua, Aurora terdiri dari dua pesawat, yaitu SR-75 dan Thunderdart. SR-75 adalah pesawat pengintai yang merupakan pengembangan dari SR-71 Blackbird. Sementara Thunderdart adalah pesawat yang betul-betul baru dan berbentuk seperti F-117 Nighthawk. Kabarnya, Thunderdart akan diluncurkan dari SR-75 dalam kecepatan maksimum sehingga kecepatan akhir dari Thunderdart akan mencapai beberapa mach. Benar-tidaknya info-info ini kurang begitu diketahui mengingat kerahasiaan dari Aurora.
Eropa, khususnya Jerman, Itali, Spanyol dan Inggris serta Swedia juga tidak dapat dilupakan dalam dunia kedirgantaraan. Keempat negara yang disebutkan pertama telah menelurkan pesawat gado-gadonya yang pertama, Eurofighter 2000 (EF2000). EF2000 juga memiliki canard dengan air intake yang terletak di bawah fuselage. EF2000 pertama kali muncul di Fanborough Air Show, biarpun sebelumnya sudah banyak didesas-desuskan. Penyebab keterlambatan tersebut adalah silang pendapat antara negara-negara pembuatnya.
Swedia sebagai produsen Jas-39 Grippen juga telah membuktikan kemampuan dari pesawat tempur buatannya ini dalam beberapa even-even penting dirgantara. Grippen merupakan suatu pilihan menarik jika dilihat dari harganya dibandingkan dengan kemampuannya.
Dari antara keseluruhan pesawat-pesawat yang muncul ini, memang sulit untuk memilih yang terbaik darinya. Namun untuk sementara ini, kelihatannya Su-37 akan menjadi pesawat yang paling memimpin selain Grippen. Sukhoi telah mampu mempertontonkan dan membuktikan kemampuan dari pesawat andalannya ini dengan harga jual yang murah. Sementara itu, EF2000 telah mampu pula membuktikan kemampuannya, namun harga sebuah pesawat ini sangat tinggi sehingga tidak semua negara mampu membelinya. Sedangkan F-22 masih belum cukup membuktikan dirinya mengingat pesawat ini baru saja mulai dijual.