Wednesday, September 27, 2006

V for Vendetta | S for Sagara

Ketika tiba saatnya berpisah, sungguh suatu saat yang ingin selalu dihindari. Ketika begitu banyak kata yang ingin diucapkan, namun sungguh sulit untuk menyatakannya. Emosi yang berkecamuk! “Jikalau dapat, baiklah ini tidak pernah terjadi. Jikalau dapat, lebih baik ini menjadi lembaran yang tidak pernah ada dalam hidup.” Kalimat yang meronta dalam pikiran dan perasaan saya.

Namun, itulah hidup. Tidak selamanya saya akan mendapatkan apa yang saya inginkan. Tidak selamanya segala rencana saya berhasil. Itu pulalah kesempatan saya untuk berhenti sejenak dari segala pergumulan dan pemikiran yang sehari-harinya memenuhi segala penjuru benak saya. Disitu pula saya diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk menyadari, betapa banyak orang yang selama ini mendukung dan membantu saya menghadapi ombak yang saya hadapi. Bahkan dalam ombak perpisahan ini. Harus diakui, merupakan suatu tantangan yang besar. Dan ketika saya mengira saya akan dapat menjalaninya seorang diri, seperti apa yang saya paksakan pada diri saya sebelum ini, saya disadarkan akan banyaknya pribadi-pribadi yang menopang saya, bahkan ketika saya tidak berharap mereka ada untuk mendukung saya. Ada saja orang-orang yang ternyata dengan demikian tulusnya memberi dukungan kepada saya. Berbentuk email. Berbentuk waktu diskusi yang tulus. Berbentuk dukungan yang bermacam-macam. Bahkan walaupun mereka mungkin tidak tahu bahwa ada kecamuk dalam jiwa saya. Terima kasih rekan-rekan. Mungkin hanya itu kata-kata yang dapat saya katakan.

Disini saya belajar mengenai apa arti cinta itu sesungguhnya. Ketika saya diingatkan pada suatu diskusi saya dengan seorang rekan saya beberapa tahun yang lalu. Ketika ia merasakan kehampaan akibat penolakan cintanya. Ketika saya hanya dapat mengatakan: “mencintai tidak harus memiliki.” Ketika akhirnya saya sendiri harus merasakan arti kalimat tersebut—dan mencoba menjalaninya sendiri. Mungkin sebenarnya ketika itu saya juga sedang dipersiapkan untuk memahaminya, sesuatu yang kini lebih saya pahami. Ketika pada malam ini saya mendengarkan suara Steve Lukaether, vokalis Toto, salah satu grup band favorit saya menyanyikan I’ll Be Over You. Ketika saya diingatkan akan masa-masa manis—salah satunya ketika menonton konser Toto dan mendengarkan lagu itu dinyanyikan dan pikiran saya malah berkecamuk mengenai makna lagu itu. Ya, lagu yang menyadarkan saya bahwa dalam saya tetap dapat memperhatikan seseorang sebagai seorang sahabat kapanpun itu dan dalam kondisi apapun.

Dan untuk sahabat yang kini menempuh perjalanan yang berbeda dengan saya. Saya turut bergembira dengan pencapaianmu. Masa depan memang tidak dapat diterka, namun satu hal yang pasti, jika kau membutuhkan pertolongan, izinkanlah saya untuk membantumu.

Dalam waktu-waktu ini pula saya membalik-balik catatan saya atas buku V for Vendetta, ada satu kalimat yang langsung menusuk saya: Ideas are bulletproof. Mungkin masa-masa ini kesempatan saya untuk membuktikan hal lain: S for Sagara: Love is bulletproof!

Saya Haus!

Sudah saatnya berubah! Dalam satu tahun ke belakang ini saya sudah menemukan tempat bekerja yang cukup akomodatif dengan naluri saya: bekerja dan berpikir! Dibandingkan dengan lokasi lama, sungguh, tantangan di sini saya rasakan jauh lebih tinggi. Dan saya terpacu untuk lebih banyak dan lebih kompleks berpikir! Sungguh suatu kenikmatan! Malah jika kebetulan pada suatu hari tidak ada pekerjaan, hampir dapat dipastikan sore harinya kepala mulai berdenyut.

Tapi saya haus! Ada yang saya rasakan semakin sulit untuk dilakukan: membaca buku. Dalam satu tahun ini buku yang habis saya baca sangat sedikit dibandingkan dulu. Entahlah, saya memang merasa mendapat banyak pengetahuan dari pelatihan dan pengalaman kerja saat ini, tapi tetap saja ada yang terasa kurang.

Sepertinya ini berdampak pula pada kegiatan tulis-menulis saya. Akibat otak yang kurang banyak dipupuki buku, ide-ide tulisan banyak yang stagnan. Ide awal ada, dicatat di PDA. Namun setelah itu tidak dapat dikembangkan.

Mungkin juga akibat kesempatan diskusi dan bedah buku yang berkurang. Dulu saya sangat menikmati ketika bertemu dengan beberapa rekan yang juga maniak buku. Tak terasa beberapa jam habis untuk mendiskusikan sebuah buku. Namun kini kami cukup sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Hari ini saya membuat komitmen: saya harus membiasakan dan menyediakan waktu membaca lagi! Saya harus membiasakan dan menyediakan waktu menulis lagi!