« Home | Libur Akhir Tahun » | Sacrifed @ A Christmas Eve » | How Flat Should You Go? » | GKI Kayu Putih dan Goenawan Mohamad » | Flattening the World » | American Inventor (2) » | American Inventor (1) » | Digital Book Reading » | Perfect Book Reading Combo » | Pathway to CISA »

Tidak Ada Tempat untuk Membaca

Perubahan alur aktivitas akhir-akhir ini juga membuat perubahan cara bepergian saya. Jika sebelumnya saya terbiasa menggunakan sepeda motor dan kadang-kadang mobil—keduanya dalam waktu tempuh yang cukup singkat, kini saya cukup sering menggunakan busway dan kadang-kadang mobil—dalam waktu tempuh yang lebih lama. Melelahkan? Cukup melelahkan, namun itulah konsekuensi dari perubahan kondisi.

Akan tetapi, saya bukan hendak menulis tentang lelahnya perjalanan. Yang jelas, saya menikmati suatu pengalaman yang berbeda ketika menggunakan busway. Kesempatan untuk melihat kondisi masyarakat Jakarta dengan lebih dekat lagi—merupakan suatu gambaran dari masyarakat Indonesia secara kasar? Dan saya menjadi menyadari, satu lagi kesulitan bangsa ini untuk bisa maju: bangsa yang maju adalah bangsa yang membaca, suatu pakem universal. Satu hal yang saya saksikan dalam keseharian di busway (dan membandingkannya dengan kondisi misalnya di MRT Singapura): sulit sekali untuk dapat meluangkan waktu membaca atau melakukan kegiatan produktif di moda transportasi ini. Jadi, belum tentu sebenarnya bangsa ini tidak gemar membaca. Bisa jadi kesalahannya ada di lingkungan yang tidak memberikan tempat yang nyaman untuk menjadi produktif: penuh berdesakan, penerangan yang acapkali tidak memadai, belum lagi resiko keamanan dan pelecehan yang mungkin terjadi. Di sisi lain, waktu seseorang yang terbuang di jalanan Jakarta cukup lama. Bagaimana mungkin mereka dapat menjadi pribadi yang membaca?

Benang kusut untuk membangun jiwa bangsa yang membaca menjadi semakin kusut!

Ditulis dalam masa-masa perumusan tema besar TGiF 2008: Habis GelapTerbitlah Terang, Habis Baca Terbitlah Cerdas.

sebenarnya asal niat kok, dalam kondisi apa pun kita masih bisa baca.

Sebenarnya asal punya niat kuat, kita di mana pun bisa baca kok. Kalau nunggu pemerintah bertindak, bisa-bisa tidak pernah kesampaian.

Post a Comment