« Home | Renungan dalam Kematian » | Bus Kota » | Merebut Dominasi Galaksi » | Dibalik Barisan Musuh » | Lebih Mudah Membuat Makhluk Hidup » | Mengupas Sebuah Legenda » | Dirgantara: Rusia vs AS vs Eropa: Siapa Pemenangnya? » | Danau Toba » | Profesi Masa Depan: Dari Hobi ke Profesi »

Ide Pembuatan Gebyar Nusantara 1997 dan Tanggapannya

Menurut Bapak TB. Silalahi, selaku Ketua Koordinator dan Pembina Gebyar Nusantara 1997 yang berhasil kami (tim Inspirath) wawancarai, beliau mengatakan bahwa ide pembuatan Gebyar Nusantara 1997 beliau dapat dari Pesta Olah Raga Olimpiade yang selalu menampilkan identitas bangsa dan kemajuan teknologi pada opening ceremonial­-nya. Beliau menambahkan bahwa budaya bangsa amat menentukan nasib bangsaitu sendiri dan budaya Indonesia merupakan modal yang sangat besar dalam menentukan nasibnya. Dengan kegiatan ini kita berusaha untuk menunjukkan bagaimana budaya kita itu pada bangsa luar. Untuk itu kriteria yang digunakan dalam pemilihan etnik adalah persamaan antaretnik dan dengan pemilihan sekolah. Berdasarkan kriteria tersebut diharapkan mampu mewakili berbagai golongan yang ada dalam bangsa Indonesia. Misalnya Pangudi Luhur yang menonjolkan agama Kristen (Kristiani; red.) dan SMU-SMU Negeri yang menonjolkan agama Islam. Kurangnya kesadaran dan kesungguhan dari para siswa merupakan kendala paling berat bagi beliau. Di akhir wawancara, ia hanya berharap agar generasi muda yang telah diberi kesempatan untuk mengharumkan nama bangsa tersebut mau menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Selain untuk kepentingan pribadi, gunakanlah kesempatan itu untuk kepentingan bangsa dan negara. “Pilih yang terbaik bagimu, pilih juga yang terbaik bagi bangsamu!,” pesannya.

Rupanya hal bernada serupa juga dilontarkan oleh Kris Soewardjo, koreografer merangkap koordinator umum dari 37 koordinator lainnya dalam proses pelatihan GEBYAR NUSANTARA 1997 selama ini. Diakuinya bahwa seringkali ada anak yang tidak mau menurut, walaupun masih dalam batas-batas wajar dan tidak keterlaluan. Tetapi baginya, hal tersebut merupakan kendala yang ckuup berat. Sedangkan dari pengalamannya mengajar siswa T27a dalam Yayasan Krisna Indonesia yang berhasil ia dirikan, ternyata memberi masukan baginya untuk memilih T27a untuk ikut serta dalam acara pembukaan SEA Games XIX. Menurut mahasiswa IKJ jurusan tari yang sebelumnya pernah bergabung dengan Guruh Soekarno Putra (GSP Production dan Suara Mahardika) ini, T27a termasuk dalam kriteria sekolah terpilih karena siswanya yang disiplin dan mudah diatur. Ketika ditanyai soal tarian, ia menjelaskan bahwa tarian yang dibawakan tersebut sebenarnya hanya memeprmainkan sistem garis dan level seni yang digabungkan dengan cabang-cabang olahraga. Namun jika dilihat perkembangannya selama ini, ia berharap banyak agar SEA Games XIX ini bisa sukses dan selamat, baik tariannya, musiknnya, atletnya dan hal-hal lainnya.

Selain Mas Kris, koordinator lainnya adalah Mas Yohanes Nyoman Agung Sutomo (Sanggar Tari Putri Indonesia). Ia berpendapat bahwa hanya dipilihnya 12 etnik tersebut disebabkan oleh keterbatasan waktu atau merupakan keputusan dari atasan. Menurutnya, diambilnya 12 etnik yang terpilih itu diambil karena dirasakan familiar. Dalam menghadapi bakat yang tidak merata, Mas Nyoman mengatakan bahwa yang ia targetkan bukan pada bakat, melainkan keseragaman tariannya. Dan menurutnya 85% sudah ada keseragaman dan itu sudah mendekati harapannya. Sedangkan terpilihnya siswa-siswi SMU (bukan mahasiswa atau SMP) dalam GEBYAR NUSANTARA 1997 ini, menurutnya karena dilihat dari keberhasilan yang dialami Chiang Mai dalam SEA Games XVIII yaitu menampilkan siswa-siswa SMU dalam acara pembukaannya. Hal inilah yang mendorong indonesia untuk mencoba dan menerapkannya dalam SEA Games XIX, Jakarta.

Mbak Pramungki Zakia (Kiki), salah seorang pelatih lainnya mengucapkan terima kasih kepada SMU-SMU yang telah mendukung pelaksanaan SEA Games. Ia berpendapat bahwa para peserta rapi, mau berlatih dan benar-benar berkorban untuk bangsa dan negara dalam pelaksanaan SEA Games XIX ini.

Tak kalah pentingnya adalah Mas Deni, seorang koordinator yang juga melatih etnik Sulawesi Selatan yang diwakili oleh T27a. selain itu ia juga menjabat sebagai penata tari umum. Latar belakang di bidang tarinya secara formal belum ada. Namun ia pernah mengikuti beberapa klub-klub tari selama beberapa tahun. “Tarian-tarian etnik sebenarnya merupakan tari-tarian daerah yang sedikit dimodifikasi,” demikian jelasnya. Mengenai kendala, menurutnya yang paling berat adalah untuk mengumpulkan 5.000 orang siswa dari berbagai corak budaya. “Sekolah-sekolah yang dipilih adalah sekolah-sekolah yang dirasa tidak bermasalah,” tambahnya. Setiap etnik mempunyai keunikan tarian masing-masing, misalnya Sulawesi Selatan (tarian yang dibawakan T27a) dengan kipasnya dan Aceh dengan gerakannya yang melibatkan banyak peserta. Suka duka dalam melatih baginya adalah masalah waktu yang disebabkan oleh perbedaan jadwal tiap sekolah/siswa. Ia berharap agar GEBYAR NUSANTARA 1997 ini sukses dan semua peserta berhasil. Pendapatnya mengenai anak-anak T27a, sebenarnya semuanya baik, hanya saja seringkali anak-anak Theresia mengeluarkan pendapat dengan tiba-tiba dan tidak memperhatikan tempatnya. Namun ia juga salut pada pendapat-pendapat yang seringkali ada benarnya. Ia berpesan agar berlatih yang rajin, jangan sampai latihan yang sudah dilakukan selama ini sia-sia saja.

Bila diatas sudah diulas tanggapan-tanggapan dari para pelatih dan koreografer, sekarang saatnya untuk menguals pendapat para peserta, khususnya peserta dari sekolah lain.

Mureen, Monique dan Florensia dari SMU St. Ursula merasa bahwa pengalaman-pengalaman selama latihan ini tidak enak, sebal sekali dan capek. Ulangan seringkali tidak mereka ikuti, pelajaran ketinggalan dan mereka yakin nilai raport cawu I pasti jeblok. Namun mereka berusaha mengatasi masalah ini dengan membawa buku dan belajar di waktu-waktu istirahat yang disediakan. Kadang-kadang mereka juga kabur dari latihan, entah ke warung makanan atau penjual minuman.

Dixy dari SMU PSKD yang menjabat sebagai komandan etnik Yogya, menyatakan pengalamannya yang menurutnya enak, wajib diikuti dan butuh tanggung jawab yang besar. Diceritakanbahwa di awal latihan ia merasa agak grogi dan takut salah. Apalagi ia menjadi patokan yang posisinya di depan dan akan langsung disaksikan oleh Presiden dan para menteri. Namun kini ia merasa mampu mengatasi perasaan-perasaan tersebut. Ia begitu senang karena mendapat banyak teman baru tetapi duka yang dirasakannya adalah capek, panas dan lapangan yang berdebu.

Uli dari SMU PSKD juga berpendapat bahwa sebenarnya latihan pembukaan SEA Games ini menyenangkan, karena bisa bertemu dengan anak-anak SMU lain dan menjalin hubungan antarpelajar. Duka yang dikemukakannya adalah keharusan untuk menahan panas, debu dan kewajiban untuk belajar dengan latihan yang cukup melelahkan.

Tulisan pernah dimuat di majalah Inspirath