« Home | Jakarta International School » | A Simple but Meaningful Touch » | Another Satisfying Amazon.com Experience » | Thank God it's Friday @ the Net » | Pong » | Kebebasan Pers? Tidak Ada Kebebasan Pers di Indone... » | Kebebasan Pers? Tidak Ada Kebebasan Pers di Indone... » | A Leader’s Legacy » | Experiential Dining » | Penghormatan Terakhir Sebagai Penghinaan Terakhir »

Pesta Buku: Semoga Benar-Benar Pesta

Bulan ini IKAPI kembali menyelenggarakan pesta buku (seperti biasa, di Senayan). Kalau tahun-tahun lalu ini menjadi acara wajib, berhubung saat ini masih banyak buku menganggur belum selesai dibaca (salah satunya yang targetnya selesai akhir bulan ini: The World is Flat) karena konsentrasi sempat tercurahkan ke CISA, akhirnya saya tidak ke sana.

Akan tetapi dari info yang diperoleh dari teman-teman yang sempat kesana (malah ada yang memang tugas jaga stand disana), keadaan masih sama. Perubahan paling nyata adalah jumlah penerbit yang ikut serta dan jumlah transaksi yang lebih besar dibandingkan tahun lalu. Katanya jumlah pengunjung juga meningkat. Bagus. Jadi siapa bilang minat baca bangsa ini rendah. Paling tidak ada sebagian (kalaupun itu hanya sebagian kecil) yang memiliki minat baca.

Hanya saja ada satu hal yang sepertinya tidak berubah dari dulu. Pesta buku ini seakan-akan hanya menjadi sarana penerbit (dan toko buku) untuk semata-mata cuci gudang. Buku-buku yang dijual dengan diskon berarti biasanya adalah buku-buku terbitan lama (yang mungkin saja diobral karena tidak laku lagi, daripada terpaksa diĀ­-scrap). Berbeda sekali dengan suasana pesta buku di luar sana, dimana pesta buku benar-benar menjadi sarana penerbit memanjakan pembaca dengan peluncuran buku baru, diskusi dan bedah buku, diskon yang benar-benar diskon (tidak semata cuci gudang), bahkan pembagian buku gratis (bahkan untuk acara seperti Comicon). Pesta buku disini masih terbatas pada ajang murah-murahan menjual buku lama begitu saja dibungkus dengan lokasi dan publikasi besar-besaran.

Daripada membuang uang untuk acara tahunan seperti ini, kenapa tidak ada usaha dari pemerintah dan lembaga terkait untuk menjadikan pesta buku sepanjang tahun saja: regulasi pajak yang dibebankan pada buku diperbaiki (sekarang masih terjadi praktek pajak berlapis untuk buku), kemudahan yang lebih lagi untuk penerbit baru, jaminan kebebasan pers dan penerbitan (bakar-membakar buku-buku? Dewasa sedikit lah), dan keran kebijakan impor buku yang dipermudah. Atau memang lebih baik selamanya begitu banyak pecinta buku baru dapat memuaskan minat bacanya melalui acara tahunan ini?