« Home | Blogging? » | People Should Not Be Afraid Of Their Governments » | Pemimpin yang Menipu » | Teater Koma dan Regenerasi Organisasi » | Hukuman » | Pramoedya Ananta Toer and Christian Education » | Curse of The Golden Flower » | Tahun 2006 dalam Hidupku » | Blogging to Bless? » | Topeng »

Satu Lagi Alasan Saya Tidak Respek pada Infotainment

Banjir besar Jakarta. Lagi. Setelah pemerintah daerah muluk-muluk dengan janjinya bahwa Jakarta tidak akan kebanjiran lagi!

Berbagai pihak terkena dampaknya. Kembali kehilangan. Kembali mengungsi. Tapi tetap saja para pengungsi terbagi dua: the haves dan the haves not.

Hebatnya, dalam masa-masa demikian dan di waktu yang mendekati Hari Pers Nasional (09 Februari), ada saja kalangan pers yang tetap kehilangan rasa empatinya pada para pengungsi: wartawan infotainment!

Bagaimana tidak, dengan menggunakan video singkat kondisi banjir dan pengungsi banjir yang berasal dari kalangan ekonomi kurang mampu, mereka membuka ulasan mengenai artis yang terkena banjir dan juga mengungsi. Bedanya, yang satu hanya dapat mengungsi ke penampungan dan selanjutnya mengandalkan bantuan orang lain, yang lainnya mengungsi ke hotel berbintang.

Tidak salah memang jika si artis mengungsi ke hotel berbintang. Itu hak mereka, dan kebetulan mereka mampu membayarnya. Tapi kenapa wartawan infotainment itu harus merekam ketika mereka masuk dan memamerkan kamar nan mahalnya (yang harga sewa semalamnya bisa jadi merupakan uang kebutuhan sebulan dari rekan pengungsi yang kurang mampu) dibumbui dengan kata-kata bombastis.

Apakah mereka lupa, di luar sana ada sebagian orang yang tidak seberuntung orang-orang yang sedang mereka wawancarai, dan orang-orang itu sedang dalam kondisi yang tertekan—secara fisik maupun emosional. Itu adalah masa-masa dimana gejolak sosial dapat dengan sangat mudah terpicu.

Atau memang wartawan infotainment semata-mata orang yang hanya mempermainkan emosi—tanpa mengingat nilai jurnalisme sesungguhnya?

Selamat Hari Pers! Selamat berkaca pada kondisi pers nasional.