« Home | Ketika Vendetta Berganti Visi Vitalisasi » | Ma’af atau Ma’af » | To Change or Not To Change: Doing My Best in an Ev... » | Mirror Blog » | Mereka yang di Tanah Abang » | Casino Royale (2) » | Casino Royale (1) » | Kepemimpinan Slogan » | ThinkPad » | Parakan »

Topeng

Pernahkan Anda merasakan kelelahan dalam bersahabat atau berteman? Atau rasa muak terhadap orang-orang yang selama ini disebut sahabat?

Seringkali orang-orang yang menamakan dirinya sahabat meminta kita untuk menjadi seseorang yang bukan diri kita—dan kita memenuhinya semata-mata demi “persahabatan” itu. Masih layakkah disebut persahabatan ketika kita tidak menjadi diri kita sendiri? Terpaksa menggunakan topeng ketika berdekatan dengan mereka. Topeng cendekiawan, topeng intelektual, atau malah topeng monyet (!). Energi kita terkuras semata-mata demi mengenakan topeng tersebut.

Merupakan suatu kelegaan tersendiri ketika kita dapat menemukan dan menjadi orang yang mengerti dan menerima saat seseorang mengucapkan: topeng saya adalah wajah saya sendiri. Seseorang yang langka di zaman ini.