« Home | Casino Royale (1) » | Kepemimpinan Slogan » | ThinkPad » | Parakan » | Lucky Man » | Perubahan Semu » | Refleksi Pra Liburan » | Di Antara Beberapa Pilihan » | What A Team » | Unpleasant Dream »

Casino Royale (2)

Satu-satunya orang gila di dunia orang gila adalah orang normal
-Kahlil Gibran

Menyambung posting sebelumnya, masih mengenai pengalaman menonton Casino Royale, tapi kali ini dari sisi yang berbeda.

Beberapa tanggapan yang teman-teman saya mengenai film itu: James Bond-nya nggak keren; nggak ada teknologinya sama sekali; film pure action, beda dengan film-film sebelumnya. Dan segudang komentar negatif lainnya.

Tapi ada satu teman yang malah berkomentar bahwa justru karakter James Bond dalam film inilah yang paling sesuai dengan penggambaran James Bond yang ditulis Ian Flemming, pengarangnya: dingin, bukan playboy, dan yang pasti merupakan killing machine.

Saya jadi ingat kalau dulu (dulu sekali, SMP kalau tidak salah), seorang teman lama saya pernah memberikan novel Casino Royale ke saya. Seingat saya memang gambaran James Bond yang ada di buku tersebut mirip sekali dengan yang ada di film ini. Bahkan bisa dibilang memang film ini hampir menyalin plek plot novelnya (selain tentu ada beberapa penambahan, terutama di bagian awal dan akhir film).

Menarik sekali melihat bahwa pada akhirnya gambaran masyarakat akan figur James Bond sudah bergeser sama sekali dibandingkan gambaran asli di novelnya. Dipastikan, akibat figur yang telah ada di film-film sebelumnya.

Satu lagi bukti akan kekuatan media. Dan mudahnya mempermainkan pikiran manusia (dan masyarakat): berikan saja fakta yang salah terus-menerus, lama-kelamaan yang salah itu akan menjadi benar dan dipercaya semua orang. Bentuk dari kebenaran relatif? Seperti kata-kata Obi-Wan dalam Return of the Jedi ketika ia mengonfirmasikan bahwa Darth Vader adalah ayah Luke Skywalker: “So what I told you was true... from a certain point of view”.

From a certain point of view…. Sudah sebegitu rapuhkah kebenaran saat ini?

Merupakan suatu tantangan zaman, ketika posisi kita sebagai orang percaya tentulah tidak boleh terimbas pada arus kebenaran relatif ini. Di tengah semakin kuat dan mudahnya mendapatkan informasi (termasuk informasi yang salah)—serta dipengaruhi oleh informasi, apa yang harus kita jadikan pegangan? Suatu pertanyaan retoris, namun semakin menemukan maknanya saat ini.