« Home | To Change or Not To Change: Doing My Best in an Ev... » | Mirror Blog » | Mereka yang di Tanah Abang » | Casino Royale (2) » | Casino Royale (1) » | Kepemimpinan Slogan » | ThinkPad » | Parakan » | Lucky Man » | Perubahan Semu »

Ma’af atau Ma’af

Kapankan seorang dikatakan berhati besar? Apakah ketika ia dapat berkata: ma’af? Sekali-kali tidak!

Ma’af adalah kata yang sulit untuk diucapkan. Kenapa? Kesombongan pribadi yang tidak mau merasa direndahkan dengan merasa sebagai pihak yang salah? Egosentris sekali (!).

Akan tetapi lebih sulit lagi untuk menjalankan ma’af itu. Ma’af bukanlah kata yang dapat berdiri sendiri tanpa adanya perubahan dari si pengucap. Apa yang sudah terjadi biarlah terjadi, sudah tidak mungkin untuk mengubahnya lagi. Namun demikian, apakah berarti kemudian tidak ada usaha untuk mengobati kerusakan yang disebabkan olehnya? Untuk tidak mengulanginya lagi? Atau memang itu hanyalah kata-kata ma’af yang muncul begitu saja?

Ketika seorang teman berkata, “ma’afkan saya”, apakah yang harus saya perbuat? Ingat bahwa untuk menyodorkan permintaan ma’af itu bukanlah sesuatu yang ringan bagi siapapun jua. Dan adalah kewajiban saya untuk menghargai kebesaran teman saya itu. Sesuatu yang konyol kalau saya merendahkan upayanya dan tidak membantunya.

Seorang yang maju dengan permintaan ma’af, setangguh apapun dia, pasti mengalami kecamuk dalam hatinya. Apakah layak saya semakin menjatuhkannya dengan tidak menerima dan tidak membantu proses tersebut?

Jikalau memang demikian yang terjadi, seharusnya bukan dia yang meminta ma’af—sayalah yang berkewajiban meminta ma’af kepadanya.