« Home | Ma’af atau Ma’af » | To Change or Not To Change: Doing My Best in an Ev... » | Mirror Blog » | Mereka yang di Tanah Abang » | Casino Royale (2) » | Casino Royale (1) » | Kepemimpinan Slogan » | ThinkPad » | Parakan » | Lucky Man »

Ketika Vendetta Berganti Visi Vitalisasi

Membaca V for Vendetta, jelas sekali ada dua tokoh V dalam komik tersebut. Yang satu adalah the old V, pribadi yang sungguh cemerlang, brilian, namun dipenuhi dendam. Yang lain adalah the new V, Evey yang dulunya adalah asuhan V yang akhirnya mengambil alih posisi V yang gugur dalam puncak perjuangannya menghadapi pemerintahan totaliter. Adakah yang tahu bahwa wajah dibalik topeng V yang dulu berbeda dengan V yang baru? Dengan topeng Guy Fawkes yang tidak pernah lepas dari wajahnya, sepertinya tidak akan ada orang yang tahu.

Akan tetapi, dibalik persamaan fisik tersebut, ada visi yang sangat berbeda dari kedua versi V itu. V yang lama adalah V yang menggunakan kekerasan sebagai caranya menegakkan visinya untuk menggulingkan pemerintahan totaliter. Apakah dia memiliki keraguan dalam melakukannya? Sepertinya tidak, tercermin dari tidak ragunya V untuk melakukan aksi “terorisme” sehari-harinya. Bahkan diperkuat dengan kalimatnya yang sungguh kuat: the only verdict is a vengeance. Mungkin pula V percaya bahwa ia dengan segala idenya pada akhirnya dapat mengatasi segala hambatan dari Norsefire: Vi Veri Veniversum Vivus Vici (With the power of truth I, while a living man, have conquered the universe).

Mendapat tentangankah V sewaktu menjalankan segala misinya? Yang menarik, ternyata selain dari Norsefire (tentu saja!), V juga mendapat pertanyaan-pertanyaan moral dari Evey yang notabene adalah anak didiknya sendiri. Sepertinya walaupun Evey setuju dengan visi jangka panjang V mengenai pemerintahan yang tidak totaliter, Evey tetap tidak serta merta menerima segala ide V dengan membabi buta. Masih ada akal jernih dalam diri Evey ketika memutuskan untuk menerima ajaran V.

Ketika pada akhirnya V tewas dan Evey mengambil alih jubah dan topengnya, telah lahir seorang V baru. Di akhir komik, menarik juga melihat bahwa V “menculik” dan memperkenalkan dirinya pada Dominic yang dulunya adalah Fingermen, organisasi yang justru mengejar-ngejar V. Banyak pembaca menafsirkan bagian ini sebagai bagian dimana Evey sudah dapat mema’afkan apa yang dilakukan pemerintahan terhadap dirinya, keluarganya, V lama, dan masyarakat—serta menularkan visinya mengenai pemerintahan yang tidak totaliter, menyadarkan kondisi yang salah dan seharusnya diperbaiki, mengenai musuh yang ada di dalam diri Fingermen sendiri (yang notabene adalah pemerintahantotaliter tersebut).

Apakah ini pertanda berakhirnya era V yang penuh Vendetta dan digantikan oleh V yang memilih jalan damai dalam mewujudkan visinya? Apakah ini merupakan bentuk V yang mau merangkul musuhnya untuk bersama-sama membangun sesuatu yang lebih baik? Bukan lagi V yang menjauhkan diri dari lawannya dan menjadi menara gading dengan tindakan dan sikapnya? V yang pada akhirnya melakukan vitalisasi elegan terhadap orang-orang di sekelilingnya?

Bukan hal yang mudah untuk menghilangkan keinginan untuk melakukan Vendetta. Apalagi menggantikannya dengan visi Vitalisasi. Akan tetapi, ini merupakan suatu panggilan bagi kita yang saat ini ada dalam lingkaran persekutuan. Seperti V for Vendetta, ketika V lama dalam jiwa kita sudah mati, saatnya V baru yang dapat mema’afkan dan mengampuni muncul serta mulai merangkul orang-orang yang selama ini tidak terperhatikan, orang-orang yang selama ini belum mengetahui kabar yang seharusnya mereka ketahui. Melakukan vitalisasi (iman) terhadap orang-orang lain. Kecuali kalau kita memang lebih memilih menjadi V lama yang senantiasa mengatakan: the only verdict is a vengeance.