« Home | Menengok Singapura Sejenak » | Antara Diktatorisme dan Demokra(tisa)si Keroyokan » | Friedrich Wilhelm Nietzche » | Anne Frank vs. Marsinah: Suatu Ketidakadilan Sebag... » | Terorisme, Lee Kuan Yew dan Indonesia » | Pers Menghadapi Tantangan Lingkungan » | Tragedi » | Kembali Mengarungi Angkasa Luar » | Ide Pembuatan Gebyar Nusantara 1997 dan Tanggapannya » | Renungan dalam Kematian »

Lee Kuan Yew

Lee Kuan Yew, kelahiran tahun 1959 dari keluarga keturunan Cina yang berada. Menimba pengetahuan di Cambridge, Inggris, masuk ke jajaran pengacara Inggris di tahun 1950. Sekembalinya Lee dari Inggris, ia menjadi pemimpin nasionalis yang populer dan pada tahun 1954 mendirikan People’s Action Party. Lee juga menjadi anggota delegasi yang menegosiasikan kemerdekaan Singapura dari Inggris pada tahun 1956-1958. Setelah kemenangan partainya di Pemilu, ia menjadi Perdana Menteri Singapura yang pertama pada tahun 1959. Lee membawa Singapura masuk ke Federasi Malaysia pada tahun 1963, tetapi ketakutan suku Melayu akan dominasi keturunan Cina memisahkan kembali Singapura pada tahun 1965. Di bawah peraturan yang ketat, Singapura menjadi pusat perdagangan internasional dan kemakmuran di Asia. Lee turun dari jabatannya sebagai PM pada November 1990, tapi mempertahankan kepemimpinannya di People’s Action Party. Penggantinya, Goh Chok Tong memang telah dipersiapkan oleh Lee dari jauh hari. Suatu gaya paternalistik memang, namun membawa keberhasilan pada Singapura. Selain itu Lee juga mempersiapkan skill umum dan skill teknikal Goh, tidak hanya mempersiapkan mentalnya saja untuk mengemban jabatan yang berat ini. Hal lain yang menarik dari Lee adalah relanya beliau untuk turun ikut serta dalam gerakan pembersihan kota—Lee tidak malu untuk memegang sapu di jalan-jalan Singapura. Melayani, bukan dilayani menurut kata Alkitab. Pertanyaannya, apakah kita bisa bertindak seperti Senior Minister Lee Kuan Yew?